Skip to main content

Survival Motive Defeats Pleasure Motive

Sudah seminggu ini saya berusaha untuk memancing ikan dari kolam ikan di bawah teras rumah saya sendiri. Saya gemas juga ingin segera memanen ikan tersebut walaupun ukurannya belum semuanya siap panen. Mungkin karena ada beberapa ikan yang besar dari generasi bibit terdahulu, yang selalu mendominasi ikan kecil bibit generasi berikutnya, sehingga ikan yang generasi berikutnya lambat sekali pertumbuhannya. Kalau begitu, saya harus menangkap ikan yang sudah besar itu supaya ikan kecil bisa berebut makanan dengan lebih seimbang.

Tapi karena saya bukan seorang peternak ikan professional, dan juga bukan seorang pemancing professional, maka saya hanya mengandalkan seutas tali pancing dan beberapa kaitnya. Hasilnya, selama satu minggu memancing adalah nol besar. Tidak ada satu ekor ikan pun yang berhasil saya pancing. Sudah beragam umpan dicoba, mulai dari bakso, mpek-mpek, sampai yang tradisional yaitu cacing. Tetap saja gagal, bahkan 1 kait terpaksa harus direlakan karena dibawa kabur ikan beserta dengan umpannya. Padahal ikan-ikan itu bisa dibilang sudah "menurut" pada saya. Kalau saya hanya menjulurkan kepala saja di atas kolam, mereka langsung berkumpul dan meminta makan. Dibandingkan dengan istri atau anak saya yang baru keliatan bayangannya saja di kolam, langsung ikan tersebut berlarian.

Egoisme sebagai seorang manusia tentunya tidak terima kekalahan dari sekelompok ikan. Maka startegi harus dirubah, alat yang lebih baik pun sekarang dilibatkan, yaitu sebuah jaring. Karena tongkat jaringnya pendek dan kolamnya tersembunyi di kolong teras. Maka mau tidak mau saya harus menceburkan diri turun ke kolam demi bisa mendapatkan menangkap ikan tersebut. Tapi sayangnya, kegagalan kembali terjadi. Dalam waktu setengah jam, hanya 2 ekor ikan yang berhasil tertangkap. Yang satu sesuai dengan target operasi, yaitu seekor ikan nila merah yangp paling besar. Tapi satu lagi bisa dibilang hanya sebagai korban tambahan, yaitu seekor mujair yang masih remaja. Tapi demi kepuasan ego, ikan berukuran tanggung itu tetap saja diangkat.

Are your smarter than fish…? Kenapa manusia dengan akal fikirannya, plus dilengkapi dengan teknologi kalah oleh sekelompok ikan yang hanya bisa mengandalkan insting binatangnya saja. Apakah karena ikan adalah makhluk yang pintar sampai orang Amerika menyebut segerombolan ikan sebagai "school of fish"? sepertinya tidak juga, karena ini pasti cuma istilah saja. Dan sebetulnya saya kan bisa saja menggunakan startegi untuk mengeringkan dulu airnya, atau memindahkan dulu batu-batunya supaya lebih mudah ditangkap. Tapi karena perlu waktu seharian untuk menyedot air, dan energi untuk mengangkat batu, maka saya urung melakukannya.

Saya pun mulai berfikir, mungkin salah satu sebabnya adalah karena motivasi yang berbeda. Saya ingin menangkap ikan tersebut hanya dengan motivasi kesenangan belaka. Memuaskan ego saya untuk bisa menikmati ikan yang sudah saya beli dan pelihara. Dan ingin menikmati kepuasan memakan ikan hasil masakan saya sendiri. Tapi si ikan tersebut, rupanya punya motivasi yang lebih kuat. Yaitu motivasi untuk bisa bertahan hidup. Sehingga mereka memiliki energi yang luas biasa besar untuk bergerak lincah kesana kemari, bersembunyi di balik batu, dan lolos dari perangkap manusia. Jelas motivasinya untuk mereka adalah antara hidup dan mati, sehinggi seluruh energi akan mereka keluarkan. Tapi saya yang motivasinya hanya kesenangan belaka, kalah lincah dan perlu waktu satu minggu gagal memancing baru mau menceburkan diri kedalam kolam. Dan tidak cukup kuat motivasinya untuk memindahkan batu atau mengeringkan air.

Apa hubungannya cerita di atas dengan keuangan…?

Anda tentu masih ingat dengan Cashflow for Muslim Golden Rules yang salah satunya menyebutkan bahwa untuk biaya hidup kita alokasikan dari sisa penghasilan setelah dipotong zakat, pembayaran hutang, dan disisihkan untuk tabungan. Dengan menempatkan biaya hidup sebagai prioritas terakhir, mengelola keuangan dengan baik dimasukkan kedalam area survival motives, meskipun tidak sampai urusan hidup atau mati. Tapi untuk bisa bertahan hidup dengan gaya hidup yang kita inginkan, kita perlu berusaha untuk menambah penghasilan, bukan dengan mengurangi zakat, mengemplang hutang, atau meniadakan jatah tabungan.

Comments

Popular posts from this blog

Perencanaan Keuangan Konvensional vs Syariah

Proses perencanaan keuangan syariah dimulai dari meluruskan niat, bahwa niatnya adalah untuk merencanakan masa depan tanpa melupakan unsur takdir. Usaha yang dibarengi kepasrahan ini disebut juga dengan tawakal. Dan tentu saja tujuan yang ingin dicapai klien bukan hanya mengejar kepentingan materi semata, tapi juga kesuksesan di akhirat ( al-falaah ). Tujuan keuangan klien pun disesuaikan prioritasnya dengan ajaran Islam, yaitu mendahulukan yang wajib di atas yang sunnah. Misalnya, seorang klien ingin memberikan dana haji untuk anak-anaknya, namun menyerahkan urusan perkawinan pada anak-anaknya masing-masing. Hal ini perlu diluruskan oleh perencana keuangan syariah. Karena menikahkan anak itu wajib, sedangkan menghajikan itu tidak wajib. Maka menyiapkan dana untuk menikahkan anak lebih prioritas daripada menyiapkan dana untuk menghajikan mereka. Aspek legalitas transaksi keuangan pun perlu juga diperhatikan. Agar jangan sampai melanggar atusan syariat seperti riba (bunga), maisyir (jud

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t

Bisnis 5 eMber

Bisnis 5 eM adalah bisnis yang luar biasa. Bayangkan, hanya dengan modal sesendok, kita bisa dapat keuntungan sampai 5 eMber. Caranya mudah sekali, cukup dengan mendaftar dan menyetorkan biaya pendaftaran. Gak perlu merasa rugi, biayanya toh cuma sesendok saja. Jauh lebih murah daripada biaya listrik Anda sebulan. Kalaupun tidak berhasil, anggap saja beramal. Gak perlu kerja keras lagi, gak usah pusing-pusing lagi, cukup dengan mencari 4 orang untuk bergabung dengan Anda dalam bisnis ini maka Anda akan mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Dengan mengikuti bisnis ini, Anda akan kaya, dan Anda akan membuat orang lain juga menjadi kaya. Luar biasa sekali bukan…? Pernah mendapatkan tawaran seperti itu atau yang sejenisnya? Saya yakin sudah. Karena penawaran seperti ini sekarang ini luar biasa sekali bayaknya. Mulai dari yang tradisional dengan kertas fotokopian yang disebarkan atau ditaruh di bilik ATM, sampai pada yang modern yang diedarkan melalui imel di internet. Mulai dari yang m