Skip to main content

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini:

Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah tangga rata-rata memiliki televisi, mesin cuci, dan perlengkapan rumah tangga lainnya. Tapi ketika ditanyakan mengenai kebahagiaan, ternyata ada 34% yang menjawab bahwa mereka merasa “sangat bahagia”. Penelitian di atas menunjukkan bahwa walaupun penghasilan sudah naik 3 kali lipat, tapi tingkat kebahagiaan tidak berubah. Bahkan sedikit turun.

Standar rata-rata penghasilan orang Amerika Serikat sekarang adalah sekitar 35.000USD, dari kalangan orang menengah ini diajukan pertanyaan “jika diukur dengan waktu, seberapa sering Anda merasa bahagia?” Ternyata mereka menjawab 62% dari waktu saya merasa bahagia.
Pertanyaan yang sama kemudian diajukan kepada golongan orang terkaya di Amerika dengan penghasilan di atas 10juta USD atau 300 kali lipat dari kalangan menengah. Kalangan super kaya ini menjawab bahwa mereka merasa bahagia 77% dari waktu yang mereka miliki. Dengan perbedaan penghasilan 300 kali lipat, ternyata mereka memiliki tingkat kebahagiaan yang tidak terlalu jauh berbeda.

Sekarang kita lihat kalangan miskin dan sangat miskin di Amerika. Penduduk yang berpenghasilan di bawah 20.000USD (sangat miskin) ternyata memiliki peluang untuk meninggal dunia di usia muda 3,5 kali lebih besar daripada mereka yang memiliki penghasilan 70.000USD (miskin). Orang-orang miskin cenderung lebih berisiko terkena penyakit darah tinggi, depresi, dan penyakit jantung kronis. Tumbuh dalam lingkungan orang miskin dapat mengurangi aktivitas pada left prefrontal cortex, bagian otak yang memproduksi rasa senang, sehingga membuat kaum miskin lebih mudah terkena depresi yang kronis. Broken family juga lebih banyak terjadi pada keluarga miskin.

Dari ketiga penelitian itu menunjukkan bahwa hidup dalam kondisi miskin memang cenderung lebih sulit untuk merasa bahagia karena banyaknya permasalahan keuangan yang dihadapi. Semakin baik tingkat penghasilan seseorang, maka akan semakin besar juga peluangnya untuk merasa bahagia. Tapi, tingkat rasa bahagia ini semakin kecil bertambah jika sudah mencapati tingkat kekayaan tertentu. Begitu kita memiliki uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, tambahan lebih banyak kekayaan hanya menambah sedikit tambahan rasa bahagia daripada yang kita duga. Dalam kondisi di bawah rata-rata, penambahan kekayaan akan menambah rasa bahagia secara signifikan. Tapi dalam kondisi di atas rata-rata, penambahan kekayaan tidak lagi secara signifikan menambah rasa bahagia.

Tapi mari kita lihat penelitian lain untuk menunjukkan premis sebaliknya, bahwa ternyata kebahagian bisa membuat seseorang lebih kaya.

Pada tahun 1976, ribuan mahasiswa baru ditanyakan mengenai seberapa bahagianya mereka dengan skoring tertentu. 20 tahun kemudian, ketika mereka sudah masuk dunia kerja, kepada mereka ditanyakan berapakah penghasilan mereka sekarang. Ternyata, kelompok mahasiswa yang memiliki skor kebahagiaan tertinggi rata-rata memiliki penghasilan 31% lebih tinggi daripada kelompok mahasiswa yang memiliki skor kebahagiaan terendah.

Dalam penelitian yang berbeda, 300 karyawan dari 3 perusahaan yang berbeda di Amerika diteliti tingkat kebahagiaan dan peningkatan penghasilan mereka. Penelitian ini kemudian membuahkah kesimpulan bahwa semakin mereka merasa bahagia, semakin meningkat pula penghasilan mereka 18 bulan kemudian. CEO yang periang ternyata juga bisa meningkatkan kinerja dan produktivitas para karyawannya yang pada ujungnya meningkatkan profit perusahaan. Dan investor yang selalu menjaga mood-nya dalam keadaan baik walapun pernah merugi, mendapatkan keuntungan yang lebih besar dalam jangka panjang.

Penelitian ini membuktikan bahwa kebahagiaan seseorang cenderung membawa korelasi positif terhadap penghasilannya. So, if you wanna be rich, be happy. Dan ternyata, kebahagiaan adalah pilihan. Kita sendiri yang memilih untuk merasa bahagia atau tidak.

Kebahagiaan ini juga berhubungan dengan kesehatan. Wanita yang berbahagia cenderung memproduksi hormone stress lebih sedikit dalam tubuh mereka. Dan kondisi ini akan bertahan sepanjang hari. 1000 orang lansia di Belanda yang banyak tertawa, optimis dengan masa depan, berusaha mencapai target dalam hidupnya memiliki angka mortalitas 29% lebih rendah daripada mereka yang kurang optimis. Menjadi extrovert juga lebih sehat karena mereka yang santai dan terbuka memiliki kadar glycosylated hemoglobin yang lebih rendah dalam darah mereka sehingga lebih kecil terkena risiko penyakit diabetes dan penyakit lainnya yang berhubungan.

Mari kita berfikir terbalik. Bukannya mengejar harta agar bisa bahagia, tapi berbahagialah agar hidup kita tercukupi dan lebih sehat. If you wanna be rich and healthy, be happy…!

Comments

anisvanjava said…
setuju sekali pak.
ady_chy said…
..betul pak,..terima kasih atas artikel-artikelnya
Tips Keuangan said…
sangat bermanfaat

Popular posts from this blog

Tips Menabung dari Rasulullah saw

Islam bukan hanya bicara masalah ibadah, bukan cuma bicara masalah iman dan amal soleh. Namun Islam adalah ajaran hidup yang lengkap dan sempurna. Termasuk dalam hal ekonomi dan keuangan pun Islam memberikan solusi. Dan ada banyak sekali pelajaran mengelola keuangan yang bisa kita ambil dari ajaran Islam. Dan salah satunya yang akan kita bahas kali ini adalah tips menabung dari Rasulullah Muhammad saw. Ya betul, ternyata rasulullah saw sudah mengajari kita untuk menabung sejak belasan ribu tahun yang lalu. Simak perkataan beliau yang bijaksana berikut ini: Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya. [HR Muslim & Ahmad] Menyisihkan kelebihan atau menabung, dalam hadits ini dijelaskan maksudnya yaitu untuk berjaga-jaga pada saat miskin dan membutuhkan. Memang sudah menjadi hukum alam bahwa roda perekonomian terus berputar seper...

Puasa kok Boros?

Logikanya, kalau puasa itu kan menahan hawa nafsu, termasuk nafsu belanja. Tapi kok pada kenyataannya kita malah keluar uang jauh lebih banyak ya di bulan puasa. Apakah ini wajar, atau sudah bisa dibilang boros ya? Bisa nggak sih fisik kita puasa, lalu hati kita puasa, dan kantong kita juga ikut puasa? Tentunya kalau kantong puasa itu bukannya puasa gak terima penghasilan, tapi puasa biar gak terlalu banyak pengeluaran. Itu semua akan dibahas dalam buku ringan tapi menggelitik ini. Ringan karena buku ini ditulis dengan bahasa sederhana dan dibuat seringkas mungkin karena kita perlu cepat membaca buku ini sambil langsung dipraktekan mengingat ramadhan itu singkat sekali. Dan menggelitik karena buku ini banyak mengungkap sisi lain dari uang. Yaitu sisi psikologi konsumen, yang ternyata banyak mempengaruhi keputusan kita dalam belanja. Ternyata, urusan uang itu tidak semata-mata rasional 1+1=2, tapi ada juga sisi psikologi sebagai konsumen yang harus kita fahami agar tidak terjebak menjad...