Skip to main content

Semakin Ditantang, Semakin Dilawan

Dalam sebuah perjalanan, saya membaca sebuah spanduk besar di halaman sebuah rumah makan yang bunyinya begini "Jangan kembali kalau rasanya tidak enak!". Sebuah kalimat yang sangat provokatif dan tidak biasa. Kalau laju kendaraan cukup lambat, dan tidak tergesa-gesa mungkin saya akan langsung membanting stir dan makan disitu.

Slogan di atas jelas lebih menantang, karena yang biasanya adalah "Kalau enak, silakan sampaikan pada teman. Kalau tidak enak, silakan sampaikan pada kami". Atau ada juga yang memberi janji "Dijamin enak", atau "rasa bintang 5, harga kaki 5", dan sejenisnya.

Sekarang, mari kita bandingkan dua jenis slogan di atas. Yang pertama adalah slogan yang isinya kalimat tantangan, dan slogan kedua adalah slogan yang isinya adalah kalimat janji atau penawaran. Slogan jenis kedua, paling-paling hanya menimbulkan rasa penasaran saja apakah janjinya benar atau tidak. Tapi kalau kita lihat slogan jenis pertama, ternyata selain menimbulkan penasaran, juga menimbulkan tantangan untuk membuktikan.

Ternyata ada satu sifat manusia yang bisa kita manfaatkan dalam bisnis, yaitu "ego" dimana semakin ditantang kita akan semakin melawan. Coba perhatikan anak kecil yang dilarang orangtuanya untuk naik ke atas meja. Semakin sering orangtua melarangnya, akan semakin besar rasa penasaran pada si anak. Akhirnya yang terjadi adalah dia mungkin akan naik ke meja itu jika orangtuanya sedang lengah. Teorinya, lampu merah itu berhenti, dan lampu kuning itu hati-hati atau kurangi kecepatan. Tapi coba lihat prakteknya di jalanan, ketika lampu kuning baru menyala, kendaraan malah makin tancap gas. Contoh lain dalam dunia bisnis pernah kita bahas sebelumnya, diskon yang dibatasi jumlah maksimal pembeliannya justru akan mendorong konsumen untuk malah membeli dengan jumlah maksimal. Sebuah tantangan yang disengaja oleh pedagang untuk meningkatkan jumlah penjualan.

"Rules are made to be broken…!"Mungkin pepatah orang barat ini ada relevansinya juga. Semakin di atur, semakin tertantang untuk melanggar peraturan. Apalagi tantangan yang sifatnya vulgar seperti slogan rumah makan tadi. Mari kita manfaatkan sifat manusia yang egois ini untuk keuntungan kita dalam berbisnis. Jangan berikan janji, karena itu sudah usang dan pedagang lain sudah melakukannya. Sekarang, kenapa tidak kita tantang saja konsumen kita.

"Jangan baca buku ini kalau Anda tidak cukup berani…!" pasang slogan ini pada buku horror, yang melihat pasti tertantang untuk membaca.

"Kalau ada yang lebih murah dari kami, kami ganti 10x kali lipat" ini juga terbukti membuat konsumen sangat percaya bahwa mereka mendapatkan harga paling murah, walaupun mereka sebetulnya tidak pernah melakukan survey.

"Jangan datang ke Surabaya kalau tidak makan rawon X" akan lebih efektif daripada "Ingat Surabaya, ingat rawon X"

Comments

Popular posts from this blog

Perencanaan Keuangan Konvensional vs Syariah

Proses perencanaan keuangan syariah dimulai dari meluruskan niat, bahwa niatnya adalah untuk merencanakan masa depan tanpa melupakan unsur takdir. Usaha yang dibarengi kepasrahan ini disebut juga dengan tawakal. Dan tentu saja tujuan yang ingin dicapai klien bukan hanya mengejar kepentingan materi semata, tapi juga kesuksesan di akhirat ( al-falaah ). Tujuan keuangan klien pun disesuaikan prioritasnya dengan ajaran Islam, yaitu mendahulukan yang wajib di atas yang sunnah. Misalnya, seorang klien ingin memberikan dana haji untuk anak-anaknya, namun menyerahkan urusan perkawinan pada anak-anaknya masing-masing. Hal ini perlu diluruskan oleh perencana keuangan syariah. Karena menikahkan anak itu wajib, sedangkan menghajikan itu tidak wajib. Maka menyiapkan dana untuk menikahkan anak lebih prioritas daripada menyiapkan dana untuk menghajikan mereka. Aspek legalitas transaksi keuangan pun perlu juga diperhatikan. Agar jangan sampai melanggar atusan syariat seperti riba (bunga), maisyir (jud

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t

Bisnis 5 eMber

Bisnis 5 eM adalah bisnis yang luar biasa. Bayangkan, hanya dengan modal sesendok, kita bisa dapat keuntungan sampai 5 eMber. Caranya mudah sekali, cukup dengan mendaftar dan menyetorkan biaya pendaftaran. Gak perlu merasa rugi, biayanya toh cuma sesendok saja. Jauh lebih murah daripada biaya listrik Anda sebulan. Kalaupun tidak berhasil, anggap saja beramal. Gak perlu kerja keras lagi, gak usah pusing-pusing lagi, cukup dengan mencari 4 orang untuk bergabung dengan Anda dalam bisnis ini maka Anda akan mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Dengan mengikuti bisnis ini, Anda akan kaya, dan Anda akan membuat orang lain juga menjadi kaya. Luar biasa sekali bukan…? Pernah mendapatkan tawaran seperti itu atau yang sejenisnya? Saya yakin sudah. Karena penawaran seperti ini sekarang ini luar biasa sekali bayaknya. Mulai dari yang tradisional dengan kertas fotokopian yang disebarkan atau ditaruh di bilik ATM, sampai pada yang modern yang diedarkan melalui imel di internet. Mulai dari yang m