Skip to main content

Hari gini masih pake riba? apa kata akhirat...?

Kalo liat iklan Pajak setahun terakhir, memang cukup kreatif... Hari gini belum punya NPWP? apa kata dunia..?!

Kalau pajak aja bisa bikin slogan begitu... sudah saatnya kita punya slogan juga... "Hari gini masih pake riba..? apa kata akhirat..?!

Kalau dunia saja sudah kita khawatirkan, apalagi akhirat makin lebih perlu lagi kita perhatikan. Apalagi bahaya riba dan segala turunannya ini dahsyat walaupun tidak langsung terasa. Dan bahayanya pun dunia dan akhirat.

Dengan sistem ribawi, ekonomi dunia bisa menciut seperti sekarang ini seperti balon meletus, atau seperti buih di lautan yang terbentuk ketika ombak menarik diri dan hancur kembali ketika diterjang ombak yang baru. Pertumbuhan ekonomi semu, yang kemudian akan hancur kembali dengan sendirinya seperti yang sekarang terjadi.

"Ah, saya kan gak makan riba, saya masih dipaksa bayar riba sama bank. Abis kalo gitu gak dikasi pinjem sama bank" gitu kelit para "tukang kredit" ke bank.
Bro', yang bayar, yang dibayar, saksinya, dan yang nyatet itu sama aja.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam "Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja". (HR. Muslim dan Ahmad)

Duh, kalo liat hadist di atas, bukan cuma yang kredit dan yang ngasih kredit doang yang kena dong. Yang kerja di bank dan lembaga keuangan konvensional juga ikut kena tuh.

Lagian, hari gini kan banyak bank syariah, finance syariah, dll. Udah nyoba belum?
"Bank syariah kan lebih mahal..." ngeles lagi deh. Bang, kalo lagi di jalan kehausan, trus di Circle K cuma ada aer putih Evian Rp 26.000 dan Bir Bintang kaleng Rp 10.000,... emang ente mo pilih yang mana?

Please.... jangan ada bunga diantara kita...
Hari gini masih pake riba? apa kata akhirat...?!

Comments

Unknown said…
Saya baca serius, pas di alinea sebelum terakhir saya baca ketawa sendiri.....
Gozali said…
Hehehe... begitulah kenyataannya emang...
Udee said…
Assalamu'alaykum

Terus terang saya belum bisa menerima solusi di akhir tulisan ini, karena fakta tentang praktek perbankan syariah saat ini masih ada beberapa aspek yang meragukan (ada bank syariah yang mmeminjamkan uang cash dengan pengembalian "jasa", jual beli gharar dll). Namun saya tetap menghargai perjuangan saudara-2 yang merintis dan mudah-2 terus mengevaluasi hal tersebut. Saya rasa problem utama di masyarakat adalah sikap konsumtif, sehingga mereka tidak bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Padahal jika hal ini diterapkan saya yakin sediit banyak, maka pasar akan terpengaruh dengan menurunkan harganya dan orang tak perlu berhutang hanya untuk memenuhi keinginan nafsunya.

Wassalamu'alaykum

Popular posts from this blog

Perencanaan Keuangan Konvensional vs Syariah

Proses perencanaan keuangan syariah dimulai dari meluruskan niat, bahwa niatnya adalah untuk merencanakan masa depan tanpa melupakan unsur takdir. Usaha yang dibarengi kepasrahan ini disebut juga dengan tawakal. Dan tentu saja tujuan yang ingin dicapai klien bukan hanya mengejar kepentingan materi semata, tapi juga kesuksesan di akhirat ( al-falaah ). Tujuan keuangan klien pun disesuaikan prioritasnya dengan ajaran Islam, yaitu mendahulukan yang wajib di atas yang sunnah. Misalnya, seorang klien ingin memberikan dana haji untuk anak-anaknya, namun menyerahkan urusan perkawinan pada anak-anaknya masing-masing. Hal ini perlu diluruskan oleh perencana keuangan syariah. Karena menikahkan anak itu wajib, sedangkan menghajikan itu tidak wajib. Maka menyiapkan dana untuk menikahkan anak lebih prioritas daripada menyiapkan dana untuk menghajikan mereka. Aspek legalitas transaksi keuangan pun perlu juga diperhatikan. Agar jangan sampai melanggar atusan syariat seperti riba (bunga), maisyir (jud

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t

Investasi Berjamaah dengan Reksadana Syariah

Saya masih ingat sewaktu kecil dulu, ustadz mengajak kita untuk menegakkan sholat berjamaah. Sholat berjamaah itu lebih tinggi derajatnya 27 kali lipat daripada sholat sendirian, begitu katanya. Kekurangan-kekurangan kita dalam menjalankan ibadah sholat seperti bacaan yang kurang sempurna, kurang khusyuk dan sebagainya akan dilengkapi oleh jamaah yang lainnya. Begitu penjelasan ustadz. Ternyata prinsip ini rupanya relevan juga dengan dunia investasi. Dimana dalam investasi, jika melakukan investasi sendiri kita harus benar-benar menjalankan semuanya sendirian dengan baik. Jika tidak, bukannya untung didapat, mungkin malah rugi jadinya. Sedangkan investasi secara bersama-sama atau berjamaah, risikonya menjadi lebih rendah dan hasilnya pun lebih optimal. Misalnya saja ketika kita ingin menginvestasikan dana yang kita miliki di bursa saham. Walaupun sekarang ini dengan dana Rp 10 juta saja sudah bisa mulai buka rekening efek untuk transaksi di bursa saham, tapi untuk bisa optimal memang s