Skip to main content

Sedekah vs Investasi

Ada pertanyaan yang masuk via e-mail. Pertanyaannya menarik sekali, ada yang bisa bantu jawab?

Assalamualaikum...

Sbenernya saya mo konsul ini ke ustadz, minta pencerahan, ehh tapi pak Gozali lagi onlen ya skalian aja minta dibahas di blognya kalo ada waktu, huehehe...

Bagaimana sih batas antara keharusan bersedekah dan keharusan menabung??? Belum menemukan batasan yang jelas.

Kekhawatiranku adalah begini…

1. Misalnya A adalah seorang yang lebih takut untuk menyimpan harta, lebih baik mensedekahkan hartanya, dan menyisakan harta untuk kebutuhan sehari hari yang secukupnya untuk masa kini. A takut tidak bisa mempertanggungjawabkan harta simpanan A yang tidak dibelanjakan di jalan Allah (karena ada di tabungan toh). A percaya kalau kita berjuang di jalan Allah, pintu rezeki di masa depan insha Allah dijamin.

Kekhawatiranku adalah, bagaimana jika nanti justru dimintai pertanggungjawaban bagaimana ikhtiar A dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Malaikat tidak mempermasalahkan sedekahnya, tapi tidak adanya upaya (menabung) untuk masa sulit bagi keluarganya (misalnya pensiun, dana darurat kalo2 phk, dsb). Istri anaknya sih ikhlas ikhlas aja melalui masa sulit. Tapi… Apakah A berdosa ya??

2. Misalnya B adalah seorang yang, katakanlah.. fifty fifty. Dia suka bersedekah dan menabung. Dia mensedekahkan misalnya 15% dari pendapatan kotornya, 20% menabung, sisanya buat kebutuhan kini. Dari sedekahnya, dia bisa mensekolahkan beberapa orang. Dari tabungannya, dia punya duit 100 juta yang sifatnya sebagai dana darurat (bukan buat haji atau tujuan berjangka).

Kekhawatiranku adalah jika harta 100 jt ini ternyata dianggap tidak barokah oleh Allah karena tidak digunakan untuk dibelanjakan di jalan Allah.Haji udah, nikahin anak udah, buat apa lu nabung 100 jt? Kenapa harus khawatir dgn hidup miskin?hidup miskin toh belum tentu hina. Dan Allah tidak akan menelantarkan umatnya yg berjuang di jalan Allah tho? Apakah B berdosa ya karena punya uang sebesar 100 juta untuk dana darurat?

Aku yakin sebenernya harus ada keseimbangan antara memikirkan dunia dan akhirat. Tapi masalah batasnya… itu yang aku belum tau. Mohon petunjukMu ya Allah…

wassalam

Comments

mippss said…
Dear...

IMHO ya, yang saya dapatkan selama ini adalah mengenai keseimbangan dunia dan akhirat. Rasul menyuruh kita untuk banyak bersedekah, namun dilain pihak rasul juga melarang kita meninggalkan keluarga dalam keadaan papa. Bahkan dalam albaqarah disebutkan untuk setidaknya memiliki persiapan harta untuk satu tahun (maaf untuk hal ini saya hanya baru bisa memahami secara tekstual).

Memang untuk menentukan batasan itu sangat susah, mungkin hanya Allah SWT yang tau. Dalam ekonomi Islam sendiri, kita disarankan untuk memenuhi kebutuhan bukan keinginan. Mungkin inilah salah satu kuncinya, dan salah satu sebab mengapa kita perlu merencanakan keuangan kita. Sehingga setiap uang yang kita miliki punya tujuan tertentu dan Insya Allah tujuan itu bukan hanya sekedar keinginan tanpa menunaikan yang wajib terlebih dahulu.

Terakhir, IMHO lagi, Allah tidak pernah melarang kita untuk kaya kan? Selama kita pun sudah melakukan kewajiban dan sunnah kita. Lagipula Allah pun sudah memberikan kita guide yang sangat lengkap agar tetap berada di koridor-Nya. Misalnya, ketika kaya, jangan sampai kita memiliki rasa riya, dan berlebih-lebihan/boros, lalu perbanyak amalan. Ketika miskin, jangan sampai meminta-minta. Dan lain sebagainya. Selain itu, saya sendiri percaya Allah SWT selalu mengingatkan kita dalam setiap kesempatan asalkan kita juga dekat dengan Allah dan mempercayai bahwa Allah-lah yang akan menjaga kita.

Popular posts from this blog

Perencanaan Keuangan Konvensional vs Syariah

Proses perencanaan keuangan syariah dimulai dari meluruskan niat, bahwa niatnya adalah untuk merencanakan masa depan tanpa melupakan unsur takdir. Usaha yang dibarengi kepasrahan ini disebut juga dengan tawakal. Dan tentu saja tujuan yang ingin dicapai klien bukan hanya mengejar kepentingan materi semata, tapi juga kesuksesan di akhirat ( al-falaah ). Tujuan keuangan klien pun disesuaikan prioritasnya dengan ajaran Islam, yaitu mendahulukan yang wajib di atas yang sunnah. Misalnya, seorang klien ingin memberikan dana haji untuk anak-anaknya, namun menyerahkan urusan perkawinan pada anak-anaknya masing-masing. Hal ini perlu diluruskan oleh perencana keuangan syariah. Karena menikahkan anak itu wajib, sedangkan menghajikan itu tidak wajib. Maka menyiapkan dana untuk menikahkan anak lebih prioritas daripada menyiapkan dana untuk menghajikan mereka. Aspek legalitas transaksi keuangan pun perlu juga diperhatikan. Agar jangan sampai melanggar atusan syariat seperti riba (bunga), maisyir (jud

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t

Investasi Berjamaah dengan Reksadana Syariah

Saya masih ingat sewaktu kecil dulu, ustadz mengajak kita untuk menegakkan sholat berjamaah. Sholat berjamaah itu lebih tinggi derajatnya 27 kali lipat daripada sholat sendirian, begitu katanya. Kekurangan-kekurangan kita dalam menjalankan ibadah sholat seperti bacaan yang kurang sempurna, kurang khusyuk dan sebagainya akan dilengkapi oleh jamaah yang lainnya. Begitu penjelasan ustadz. Ternyata prinsip ini rupanya relevan juga dengan dunia investasi. Dimana dalam investasi, jika melakukan investasi sendiri kita harus benar-benar menjalankan semuanya sendirian dengan baik. Jika tidak, bukannya untung didapat, mungkin malah rugi jadinya. Sedangkan investasi secara bersama-sama atau berjamaah, risikonya menjadi lebih rendah dan hasilnya pun lebih optimal. Misalnya saja ketika kita ingin menginvestasikan dana yang kita miliki di bursa saham. Walaupun sekarang ini dengan dana Rp 10 juta saja sudah bisa mulai buka rekening efek untuk transaksi di bursa saham, tapi untuk bisa optimal memang s