Skip to main content

Bisnis: Jalan Cepat Untuk Kaya/Miskin, Jalan Mudah Ke Surga/Neraka

Bisnis adalah jalan tol. Yaitu jalur cepat untuk bisa kaya, begitulah motivasi para pegiat bisnis.

Pada kenyataannya, bisnis adalah jalan cepat untuk bisa kaya, dan juga jalan cepat untuk bisa miskin. Karena jika bisnisnya sukses, maka bisa jadi penghasilan pun tidak lagi terbatas. Begitu pula sebaliknya, jika usahanya gagal, bukan hanya modalnya yang hilang, harta pribadi pun bisa jadi ludes dimakan hutang.

Tentunya ini berbeda sekali dengan para karyawan yang penghasilannya sudah dijatah. Tidak boleh kurang dari upah minimum yang ditetapkan pemerintah, tapi juga tidak boleh lebih tinggi dari atasannya sendiri di perusahaan.

Dari kacamata syariat, bisnis juga bisa menjadi jalur cepat ke neraka. Sekaligus juga jalur cepat menuju surga. Karena banyak sekali hadits yang menjelaskan betapa banyaknya kemaksiatan dalam pasar (bisnis). Bahkan diajarkan juga do’a untuk masuk pasar. Simaklah dialog berikut yang terekam dalam hadits riwayat Ahmad dari Abdurrahman.

Nabi SAW : “Sesungguhnya para pedagang itu adalah pendurhaka”.
Sahabat : “Ya Rasulullah, bukankah dihalalkan jual beli?”
Nabi SAW : “Benar, tapi mereka terlalu mudah bersumpah sehingga mereka berdosa dan terlalu banyak berbicara sehingga mereka mudah berbohong”

Namun sebaliknya, hadist lain juga menjelaskan bahwa pedagang yang jujur akan masuk surga. Tidak tanggung-tanggung, tingkatan syurganya adalah syurga untuk para nabi, shiddiqin, dan syuhada.

“Pedagang yang benar dan terpercaya bergabung dengan para nabi, orang-orang yang benar (shiddiqin), dan para syuhada” [HR Tirmidzi]

Lalu bagaimana caranya memilih jalan bisnis yang benar. Agar bisnis menjadi jalan sukses dunia akhirat?

Bersambung...

Comments

Waktu tahun 95-an saya melakukan audit perusahaan kayu yang cukup besar (grup), waktu pemiliknya meninggal (di LN) perusahaanya meninggalkan utang yang sangat banyak sehingga anaknya tidak mau mewarisi perusahaan tersebut. Akhirnya kerajaan bisnis yang dirintisnya hancur dan dicaplok oleh perusahaan lain

Popular posts from this blog

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t...

Islamic Wealth Management

Islam bukan hanya masalah ibadah dan ritual saja, tapi sebuah sistem hidup. Mulai dari ibadah ritual, sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, keluarga, dan sebagainya. Termasuk juga dalam hal ekonomi keluarga, ada aturan baru yang harus dijalankan seperti zakat dan waris. Dan ada juga prinsip-prinsip umum yang dapat kita terapkan sesuai dengan situasi dan kondisi kita seperti prinsip investasi, prinsip dalam mengatur cashflow dan sebagainya. Islamic Wealth Management pada dasarnya mengatur banyak hal mulai dari pengelolaan keuangan sehari-hari (cashflow), investasi, kepemilikan, zakat, waris, hutang-piutang, dan sebagainya. Untuk memudahkannya, kita dapat bagi menjadi 4 kelompok aktivitas yaitu Wealth Generation (penciptaan kekayaan), Wealth Accumulation (akumulasi kekayaan), Wealth Protection (perlindungan kekayaan), dan Wealth Distribution (pendistribusian kekayaan). Untuk membahasnya satu-persatu, tentu diperlukan pembahasannya yang lebih mendalam lagi. Insya Allah disambung dalam ...

Puasa kok Boros?

Logikanya, kalau puasa itu kan menahan hawa nafsu, termasuk nafsu belanja. Tapi kok pada kenyataannya kita malah keluar uang jauh lebih banyak ya di bulan puasa. Apakah ini wajar, atau sudah bisa dibilang boros ya? Bisa nggak sih fisik kita puasa, lalu hati kita puasa, dan kantong kita juga ikut puasa? Tentunya kalau kantong puasa itu bukannya puasa gak terima penghasilan, tapi puasa biar gak terlalu banyak pengeluaran. Itu semua akan dibahas dalam buku ringan tapi menggelitik ini. Ringan karena buku ini ditulis dengan bahasa sederhana dan dibuat seringkas mungkin karena kita perlu cepat membaca buku ini sambil langsung dipraktekan mengingat ramadhan itu singkat sekali. Dan menggelitik karena buku ini banyak mengungkap sisi lain dari uang. Yaitu sisi psikologi konsumen, yang ternyata banyak mempengaruhi keputusan kita dalam belanja. Ternyata, urusan uang itu tidak semata-mata rasional 1+1=2, tapi ada juga sisi psikologi sebagai konsumen yang harus kita fahami agar tidak terjebak menjad...