Skip to main content

Scarcity: semakin jarang, semakin dicari

Teori ekonomi menyatakan bahwa jika penawaran barang menurun, maka harga naik. Logikanya adalah, jika panen padi sedang gagal, sehingga persediaan beras berkurang di pasar, padahal semua orang Indonesia makan padi. Maka wajar sekali jika harga beras naik.

Tapi ternyata, anehnya, konsumen lebih "memburu" suatu barang ketika barang itu "terbatas" ketersediaannya di pasar. Kosumen merasa lebih butuh terhadap suatu barang ketika barang itu sudah mulai sulit dicari di pasar. Walaupun barang kemudian harganya naik, dan walaupun bukan barang kebutuhan pokok.

Kondisi "persediaan terbatas" ini ternyata dapat meningkatkan permintaan konsumen. Karena konsumen merasa jumlah barangnya terbatas, atau kesempatan untuk membelinya terbatas, maka konsumen menjadi merasa lebih perlu untuk membeli barang tersebut.

Dan sebagai pengusaha, kita bisa memanfaatkan perilaku konsumen ini dengan menciptakan dengan sengaja kondisi keterbatasan ini. Eit, jangan berfikir untuk menimbung barang, karena ini jelas ilegal (secara syar'i) dan tidak etis. Pengusaha bisa kok menciptakan kondisi ini dengan legal dan tetap etis.

Contohnya begini:

Batasan waktu:
a. Diskon 30% (berlaku tanggal x sampai dengan y)
b. Diskon 30% setiap hari
Sebagai konsumen, mana yang akan kita pilih lebih dulu untuk dibeli. Barang a yang diskonnya 30% dan terbatas hanya pada tanggal tertentu. Atau barang b yang diskonnya selalu ada setiap hari?

Jelas kita menjawab "a". Karena kita akan merasa sayang jika melewatkan kesempatan untuk diskon tersebut jika sudah lewat dari tanggal yang ditentukan. Tapi diskon yang berlaku setiap hari, nampaknya kurang menarik bagi konsumen karena konsumen akan merasa masih banyak kesempatan untuk membeli barang tersebut.

Fenomena ini akan terlihat lebih jelas kalau kita perhatikan bahwa semakin dekat dengan deadline, akan semakin besar pembelanjaannya. Hari pertama tidak terlalu ramai, tapi hari terakhir menjadi sangat ramai. Ini menunjukkan bahwa semakin terbatas lagi waktunya, semakin diburu penawaran tersebut.

Batasan jumlah:
a. Minyak Goreng Rp 10.500/pouch 2 liter
b. Minyak Goreng Rp 10.500/pouch 2 liter (maksimal pembelian 2pcs/konsumen)

Mana yang lebih menarik untuk konsumen?
Kedua penawaran ini sama menariknya. Tapi kalau kita menggunakan strategi "a", yakinlah bahwa konsumen kita hanya akan membeli minyak goreng tersebut 1 pouch saja sesuai dengan kebutuhan mereka. Tapi kalau kita pakai strategi "b", konsumen akan membeli 2 pouch sekaligus.

Bahkan tidak jarang saya melihat di pusat perbelanjaan, ada konsumen yang memaksakan diri untuk membeli lebih dari 2 pouch sekaligus. Caranya, ada yang menggunakan anggota keluarganya untuk membayar secara terpisah di kasir. Atau bahkan bolak-balik keluar masuk kasir agar bisa membeli lebih dari 2 pouch.

Tips untuk pengusaha:
"batasi penawaran Anda, insya Allah penawaran Anda akan lebih diburu oleh konsumen"

Kalau teori ekonomi menyatakan "semakin sedikit barangnya, semakin mahal harganya". Teori perilaku konsumen menyatakan "semakin jarang, semakin dicari".

Comments

Popular posts from this blog

Perencanaan Keuangan Konvensional vs Syariah

Proses perencanaan keuangan syariah dimulai dari meluruskan niat, bahwa niatnya adalah untuk merencanakan masa depan tanpa melupakan unsur takdir. Usaha yang dibarengi kepasrahan ini disebut juga dengan tawakal. Dan tentu saja tujuan yang ingin dicapai klien bukan hanya mengejar kepentingan materi semata, tapi juga kesuksesan di akhirat ( al-falaah ). Tujuan keuangan klien pun disesuaikan prioritasnya dengan ajaran Islam, yaitu mendahulukan yang wajib di atas yang sunnah. Misalnya, seorang klien ingin memberikan dana haji untuk anak-anaknya, namun menyerahkan urusan perkawinan pada anak-anaknya masing-masing. Hal ini perlu diluruskan oleh perencana keuangan syariah. Karena menikahkan anak itu wajib, sedangkan menghajikan itu tidak wajib. Maka menyiapkan dana untuk menikahkan anak lebih prioritas daripada menyiapkan dana untuk menghajikan mereka. Aspek legalitas transaksi keuangan pun perlu juga diperhatikan. Agar jangan sampai melanggar atusan syariat seperti riba (bunga), maisyir (jud

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t

Investasi Berjamaah dengan Reksadana Syariah

Saya masih ingat sewaktu kecil dulu, ustadz mengajak kita untuk menegakkan sholat berjamaah. Sholat berjamaah itu lebih tinggi derajatnya 27 kali lipat daripada sholat sendirian, begitu katanya. Kekurangan-kekurangan kita dalam menjalankan ibadah sholat seperti bacaan yang kurang sempurna, kurang khusyuk dan sebagainya akan dilengkapi oleh jamaah yang lainnya. Begitu penjelasan ustadz. Ternyata prinsip ini rupanya relevan juga dengan dunia investasi. Dimana dalam investasi, jika melakukan investasi sendiri kita harus benar-benar menjalankan semuanya sendirian dengan baik. Jika tidak, bukannya untung didapat, mungkin malah rugi jadinya. Sedangkan investasi secara bersama-sama atau berjamaah, risikonya menjadi lebih rendah dan hasilnya pun lebih optimal. Misalnya saja ketika kita ingin menginvestasikan dana yang kita miliki di bursa saham. Walaupun sekarang ini dengan dana Rp 10 juta saja sudah bisa mulai buka rekening efek untuk transaksi di bursa saham, tapi untuk bisa optimal memang s