Skip to main content

Peta Hidup


Kehidupan kita itu seperti sebuah lomba rally mobil. Dimana kita start di satu titik, lalu melawati beberapa etape atau episode kehidupan, sampai kemudian pada titik finish.
Titik start kehidupan kita, secara keuangan, adalah pernikahan. Kalau sudah menikah, biasanya sih ada “buntut”nya yaitu anak-anak. Kalau sudah menikah atau punya anak, tentu harus sudah punya rumah. Kalau sudah punya rumah, biasanya ingin punya mobil. Dan episode-episode kehidupan berikutnya seperti naik haji, berlibur, menyekolahkan anak, pensiun, sampai pada titik finish kehidupan kita.

Setiap episode kehidupan punya konsekuensi keuangan yang tidak sedikit. Menikah butuh biaya, dan biasanya kita dituntut untuk bisa independent secara keuangan setelah menikah. Melahirkan anak juga tidak sedikit biayanya. Beli rumah dan mobil, tentu juga tidak murah dan makin lama makin terus naik. Haji, baik yang biasa ataupun yang plus juga perlu dana puluhan juta. Liburan mungkin bisa murah, tapi juga bisa mahal. Begitu juga dengan pendidikan anak, terutama perguruan tinggi, sudah luar biasa mahal sekarang ini. Satu episode terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah pension dimana penghasilan sudah stop, tapi dapur harus tetap ngebul.

Oleh karena itulah kita perlu perencanaan keuangan. Agar setiap kita bisa melewati setiap tahapan kehidupan kita tersebut dengan baik.

Beberapa hari yang lalu saya menerima telepon dari seseorang yang mengaku baru saja menerima imel dari temannya yang berisi file presentasi C4M. Satu pertanyaan yang diajukan olehnya adalah… “kenapa di slide itu kita beli mobil dulu baru naik haji?”

Pertanyaan seperti ini baru sekali diajukan, dan saya pun perlu menjelaskan bahwa peta kehidupan ini adalah gambaran yang saya lihat di kebanyakan masyarakat. Adapun haji dibelakangkan dari beli mobil adalah, karena setidaknya 2 hal.

Pertama, memiliki kendaraan sama wajibnya dengan punya rumah sendiri. Karena kendaraan bisa digunakan untuk membantu kita dalam mobilitas bekerja, bersilaturrahim, berdakwah, dan sebagainya. Kedua, secara teknis keuangan, lebih mudah untuk beli mobil daripada naik haji. Karena beli mobil bisa dengan kredit, sedangkan naik haji tentu tidak bisa dengan kredit. Dan mungkin karena satu alasan tambahan lagi, dan mungkin malah ini jadi alasan utama. Karena bukan hanya faktor keuangan saja yang diperlukan untuk bisa naik haji, tapi lebih perlu lagi faktor spiritual dimana mungkin belum semua “merasa dipanggil” di usia muda.

Comments

Unknown said…
Assalamu 'alaikum,
menarik melihat posting yg satu ini, saya ingin coba peta hidup, tp berhubung saya belum menikah, lalu dari mana sy harus buat start nya ?

Popular posts from this blog

Perencanaan Keuangan Konvensional vs Syariah

Proses perencanaan keuangan syariah dimulai dari meluruskan niat, bahwa niatnya adalah untuk merencanakan masa depan tanpa melupakan unsur takdir. Usaha yang dibarengi kepasrahan ini disebut juga dengan tawakal. Dan tentu saja tujuan yang ingin dicapai klien bukan hanya mengejar kepentingan materi semata, tapi juga kesuksesan di akhirat ( al-falaah ). Tujuan keuangan klien pun disesuaikan prioritasnya dengan ajaran Islam, yaitu mendahulukan yang wajib di atas yang sunnah. Misalnya, seorang klien ingin memberikan dana haji untuk anak-anaknya, namun menyerahkan urusan perkawinan pada anak-anaknya masing-masing. Hal ini perlu diluruskan oleh perencana keuangan syariah. Karena menikahkan anak itu wajib, sedangkan menghajikan itu tidak wajib. Maka menyiapkan dana untuk menikahkan anak lebih prioritas daripada menyiapkan dana untuk menghajikan mereka. Aspek legalitas transaksi keuangan pun perlu juga diperhatikan. Agar jangan sampai melanggar atusan syariat seperti riba (bunga), maisyir (jud

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t

Investasi Berjamaah dengan Reksadana Syariah

Saya masih ingat sewaktu kecil dulu, ustadz mengajak kita untuk menegakkan sholat berjamaah. Sholat berjamaah itu lebih tinggi derajatnya 27 kali lipat daripada sholat sendirian, begitu katanya. Kekurangan-kekurangan kita dalam menjalankan ibadah sholat seperti bacaan yang kurang sempurna, kurang khusyuk dan sebagainya akan dilengkapi oleh jamaah yang lainnya. Begitu penjelasan ustadz. Ternyata prinsip ini rupanya relevan juga dengan dunia investasi. Dimana dalam investasi, jika melakukan investasi sendiri kita harus benar-benar menjalankan semuanya sendirian dengan baik. Jika tidak, bukannya untung didapat, mungkin malah rugi jadinya. Sedangkan investasi secara bersama-sama atau berjamaah, risikonya menjadi lebih rendah dan hasilnya pun lebih optimal. Misalnya saja ketika kita ingin menginvestasikan dana yang kita miliki di bursa saham. Walaupun sekarang ini dengan dana Rp 10 juta saja sudah bisa mulai buka rekening efek untuk transaksi di bursa saham, tapi untuk bisa optimal memang s