Proses perencanaan keuangan syariah dimulai dari meluruskan niat, bahwa niatnya adalah untuk merencanakan masa depan tanpa melupakan unsur takdir. Usaha yang dibarengi kepasrahan ini disebut juga dengan tawakal. Dan tentu saja tujuan yang ingin dicapai klien bukan hanya mengejar kepentingan materi semata, tapi juga kesuksesan di akhirat (al-falaah).
Tujuan keuangan klien pun disesuaikan prioritasnya dengan ajaran Islam, yaitu mendahulukan yang wajib di atas yang sunnah. Misalnya, seorang klien ingin memberikan dana haji untuk anak-anaknya, namun menyerahkan urusan perkawinan pada anak-anaknya masing-masing. Hal ini perlu diluruskan oleh perencana keuangan syariah. Karena menikahkan anak itu wajib, sedangkan menghajikan itu tidak wajib. Maka menyiapkan dana untuk menikahkan anak lebih prioritas daripada menyiapkan dana untuk menghajikan mereka.
Aspek legalitas transaksi keuangan pun perlu juga diperhatikan. Agar jangan sampai melanggar atusan syariat seperti riba (bunga), maisyir (judi/spekulasi), dan gharar (ketidakpastian). Hal ini nantinya berkaitan juga dengan referensi produk keuangan yang diberikan perencana keuangan syariah. Dan juga landasan dalam membuat rencana waris, tidak boleh bertentangan dengan hukum waris dalam Islam.
Dan perbedaan yang cukup mencolok lainnya yaitu mengenai penyucian harta klien. Hal ini tidak bisa diserahkan pada kehendak pribadi klien saja, sebagai konsultan, perencana keuangan syariah harus memasukkan itu kedalam daftar kewajiban yang harus ditunaikan oleh kliennya.
Tujuan keuangan klien pun disesuaikan prioritasnya dengan ajaran Islam, yaitu mendahulukan yang wajib di atas yang sunnah. Misalnya, seorang klien ingin memberikan dana haji untuk anak-anaknya, namun menyerahkan urusan perkawinan pada anak-anaknya masing-masing. Hal ini perlu diluruskan oleh perencana keuangan syariah. Karena menikahkan anak itu wajib, sedangkan menghajikan itu tidak wajib. Maka menyiapkan dana untuk menikahkan anak lebih prioritas daripada menyiapkan dana untuk menghajikan mereka.
Aspek legalitas transaksi keuangan pun perlu juga diperhatikan. Agar jangan sampai melanggar atusan syariat seperti riba (bunga), maisyir (judi/spekulasi), dan gharar (ketidakpastian). Hal ini nantinya berkaitan juga dengan referensi produk keuangan yang diberikan perencana keuangan syariah. Dan juga landasan dalam membuat rencana waris, tidak boleh bertentangan dengan hukum waris dalam Islam.
Dan perbedaan yang cukup mencolok lainnya yaitu mengenai penyucian harta klien. Hal ini tidak bisa diserahkan pada kehendak pribadi klien saja, sebagai konsultan, perencana keuangan syariah harus memasukkan itu kedalam daftar kewajiban yang harus ditunaikan oleh kliennya.

Comments