Skip to main content

Pay Your God First

Anda tentu pernah mendengar semboyan "pay yourself first" alias bayar diri Anda sendiri terlebih dahulu. Maksud dari istilah ini adalah, kita diminta untuk mendahulukan kepentingan diri kita sendiri. Dalam hal ini adalah tabungan dan investasi untuk masa depan. Karena biasanya, yang sering terjadi adalah kita tidak membayar diri kita sendiri terlebih dahulu. Tapi malah mendahulukan membayar untuk orang lain alias belanja yang menguntungkan para penjual.

Sebetulnya, prinsip pay yourself first ada benarnya juga. Yaitu memprioritaskan tabungan daripada pengeluaran lainnya. Jika Anda membayar orang lain terlebih dahulu baru kemudian membayar diri Anda sendiri belakangan, maka Anda sesungguhnya telah memilih jalan yang sulit untuk bisa membuat Anda kaya. Menghabiskan uang untuk membayar tagihan-tagihan dan biaya hidup yang tidak terbatas, lalu kemudian menunggu sisa untuk bisa menabung, itulah gambaran golongan orang seperti ini.

Percaya atau tidak, menunggu uang bersisa di akhir bulan untuk ditabung adalah hal yang hampir tidak mungkin dilakukan. Karena uang sulit untuk bisa tersisa. Alhasil, Anda tidak akan bisa menabung di akhir bulan. Penghasilan bulan ini, adalah untuk dihabiskan bulan ini juga. Hidup dari gaji ke gaji berikutnya, inilah cara sulit untuk bisa kaya.

Resep kaya yang banyak digunakan orang sekarang ini adalah, bayar diri Anda terlebih dahulu. Artinya, sebelum membayar segala macam tagihan dan biaya hidup, Anda sudah mengalokasikan di awal untuk ditabung. Anda lah yang paling berhak untuk menikmati hasil kerja keras Anda, bukan bank, bukan super market, bukan pula para supplier.

Maka bayar diri Anda terlebih dahulu dalam bentuk tabungan yang diinvestasikan. Ini diyakini sebagai cara untuk kaya. Rumus ini memang benar adanya, karena sifat uang yang memang sulit untuk bisa bersisa, maka Anda harus menabung di awal ketika menerima gaji, bukan di akhir. Jika tabungan ini kemudian diinvestasikan atau dibisniskan dengan baik, maka kekayaan secara finansial tinggal menunggu waktunya saja.

Tapi sayangnya, teori ini gagal menciptakan mentalitas orang kaya. Namun justru dikhawatirkan malah menumbuhkan mentalitas orang miskin. Memang secara finansial, mungkin kondisinya berkecukupan dan bahkan berlebih sehingga bisa disebut kaya, namun mentalitasnya masih mentalitas orang miskin. Inilah yang disebut sebagai materialisme seperti yang Anda maksud. Hidup kaya dengan mentalitas miskin.


Mentalitas Kaya vs Mentalitas Miskin

Mentalitas miskin berarti tidak pernah merasa cukup dan puas dengan apapun dan berapapun yang kita miliki. Selalu merasa kurang dan ingin lebih sampai tidak terbatas. Walau harta sudah melimpah ruah sampai tidak habis diwariskan pada beberapa generasi, namun tetap saja tidak merasa cukup. Kikir ketika memberi, karena masih merasa kurang untuk diri sendiri. Takut untuk merugi karena merasa harta itu adalah haknya sendiri. Dengan mentalitas miskin, fokusnya adalah mengumpulkan harta untuk dirinya sendiri.

Karena seperti itulah orang miskin, semua hartanya adalah untuk keperluan dasar. Tidak bisa memberi dan tidak bisa berinvestasi. Jika orang kaya memiliki mentalitas miskin, seberapapun harta yang dimilikinya, tidak pernah ia merasa cukup. Tidak rela berbagi dan tidak sanggup memikul resiko rugi.

Sebaliknya, mentalitas orang kaya adalah mentalitas orang yang tidak merasa berkekurangan, atau merasa cukup dengan yang dimilikinya. Maka ia tidak merasa kehilangan ketika berbagi, tidak merasa kehilangan ketika memberi, karena memang sudah merasa “kaya”.

Tapi mentalitas kaya bukan berarti ketika sudah merasa cukup, maka tidak perlu lagi menambah penghasilan, itu juga salah. Karena itu berarti membatasi rezeki yang sudah dialokasikan Allah swt untuk kita. Mentalitas kaya adalah merasa cukup dalam arti tidak takut untuk kehilangan, dan tidak rugi untuk memberi.


Melatih Mentalitas Kaya dengan “Pay Your God First”

Cara yang paling efektif untuk membangun mentalitas kaya adalah dengan banyak bersedekah. Baik itu dengan sedekah yang wajib seperti zakat. Dan lebih baik lagi ditambah dengan sedekah yang sifatnya sunnah atau anjuran. Atau kita sebut saja ini sebagai membayar hak Allah. Karena sesungguhnya, Allah telah menitipkan dalam harta kira sebagian harta untuk diberikan pada kaum dhuafa. Maka membayar hak Allah artinya menunaikan amanahnya dengan memberikan harta titipan tadi pada yang berhak menerimanya.

Dengan membayar Allah terlebih dahulu atau memenuhi kewajiban sosial seperti yang diperintahkan-Nya, artinya kita diajarkan untuk memiliki mentalitas kaya yang tidak takut kehilangan karena sudah merasa cukup. Bahagia ketika memberi, takut ketika tak mampu memberi lebih.

Comments

Popular posts from this blog

Tips Menabung dari Rasulullah saw

Islam bukan hanya bicara masalah ibadah, bukan cuma bicara masalah iman dan amal soleh. Namun Islam adalah ajaran hidup yang lengkap dan sempurna. Termasuk dalam hal ekonomi dan keuangan pun Islam memberikan solusi. Dan ada banyak sekali pelajaran mengelola keuangan yang bisa kita ambil dari ajaran Islam. Dan salah satunya yang akan kita bahas kali ini adalah tips menabung dari Rasulullah Muhammad saw. Ya betul, ternyata rasulullah saw sudah mengajari kita untuk menabung sejak belasan ribu tahun yang lalu. Simak perkataan beliau yang bijaksana berikut ini: Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya. [HR Muslim & Ahmad] Menyisihkan kelebihan atau menabung, dalam hadits ini dijelaskan maksudnya yaitu untuk berjaga-jaga pada saat miskin dan membutuhkan. Memang sudah menjadi hukum alam bahwa roda perekonomian terus berputar seper...

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t...

Puasa kok Boros?

Logikanya, kalau puasa itu kan menahan hawa nafsu, termasuk nafsu belanja. Tapi kok pada kenyataannya kita malah keluar uang jauh lebih banyak ya di bulan puasa. Apakah ini wajar, atau sudah bisa dibilang boros ya? Bisa nggak sih fisik kita puasa, lalu hati kita puasa, dan kantong kita juga ikut puasa? Tentunya kalau kantong puasa itu bukannya puasa gak terima penghasilan, tapi puasa biar gak terlalu banyak pengeluaran. Itu semua akan dibahas dalam buku ringan tapi menggelitik ini. Ringan karena buku ini ditulis dengan bahasa sederhana dan dibuat seringkas mungkin karena kita perlu cepat membaca buku ini sambil langsung dipraktekan mengingat ramadhan itu singkat sekali. Dan menggelitik karena buku ini banyak mengungkap sisi lain dari uang. Yaitu sisi psikologi konsumen, yang ternyata banyak mempengaruhi keputusan kita dalam belanja. Ternyata, urusan uang itu tidak semata-mata rasional 1+1=2, tapi ada juga sisi psikologi sebagai konsumen yang harus kita fahami agar tidak terjebak menjad...