Skip to main content

Lapar vs Kenyang

Judul ini adalah kelanjutan dari penjelasan saya mengenai C4M Golden Rules. Dimana konsep C4M mengajak kita untuk mendahulukan zakat, lalu pembayaran hutang, setelah itu saving, dan baru sisanya untuk biaya hidup.

Selalu muncul pertanyaan, bagaimana bisa biaya hidup hanya menunggu sisanya saja? apa cukup? terus bukankah itu yang paling penting?

Saya setuju bahwa biaya hidup itu penting, bahkan sangat penting. Tapi bukan berarti biaya hidup itu kita jadikan prioritas, karena yang namanya biaya hidup banyak sekali mengandung komponen keinginan, bukan hanya kebutuhan.

Dan secara psikologis, mendahulukan biaya hidup di atas keperluan yang lain, justru membuat kita menjadi malas dan cenderung berfikir negatif. Mari kita bahas contohnya:

Andaikan kita sudah penuhi dulu semua biaya hidup, istilahnya sih sudah hidup enak. Makan sudah kenyang, anak-anak tidak lagi rewel karena sudah "disogok" uang jajan dan mainan. Maka apa yang terjadi ketika ada tagihan hutang datang? atau ternyata rekening listrik atau telepon belum dibayar? nabung belakangan dulu deh... dan astagfirullah... belum bayar zakat.

Percaya atau tidak, secara psikologis kita akan cenderung menyalahkan orang lain. Kenapa pula bunga bank begitu tinggi hingga cicilan rasanya berat sekali, kenapa listrik dan telpon tiba-tiba naik tagihannya, kenapa pula harga ini naik dan harga itu naik? Dan Allah pasti mengerti lah saya gak punya uang buat bayar zakat.

Kita cenderung menghindar, tidak mencari solusi... justru mencari biang keladi...!

Maklum lah, perut sudah kenyang... Kalau perut kenyang kan kita cenderung ngantuk dan malas. Iya gak?



Beda halnya kalau kita dahulukan dulu yang namanya pembayaran hutang, tagihan-tagihan, nabung dan gaji sudah bersih dipotong zakat sebelum dibawa pulang. Kalaupun ternyata kurang, maka yang kurang adalah untuk keperluan tersier. Mungkin senyum istri tidak terlalu cerah karena jatah bulanannya terganggu, anak tidak bisa lagi dengan mudah disogok dengan jajanan dan mainan.

Dalam kondisi seperti ini, biasanya secara psikologis manusia akan cenderung lebih kuat motivasinya untuk berjuang. Karena tuntutannya bukan datang dari "luar", tapi dari dalam keluarga sendiri. Siapa sih orang tua yang tega melihat anaknya kekurangan? siapa sih suami yang mau dicemberutin terus oleh istrinya?

Dalam kondisi "lapar" seperti ini, kita lebih tergerak untuk mencari solusi dan tidak hanya diam saja.

Sama seperti gambar berikut:



Kenapa para pedagang PKL ini berani melawan aparat. Sudah jelas aparat jumlahnya lebih banyak, membawa perlengkapan tempur yang lebih kuat, dan jelas didukung dengan kewenangan. Bahkan walaupun tahu mereka salah, toh pedagang PKL tetap akan melawan walau dengan jumlah dan perlengkapan seadanya. Kenapa?

Jawabannya sederhana saja... karena periuk nasinya terganggu.

Jangan salah tangkap, saya tidak mengajak Anda untuk terus menerus berlapar-lapar ria dan menyengsarakan keluarga Anda supaya Anda termotivasi. Saya hanya mengajak Anda untuk berhenti memprioritaskan kebutuhan hidup karena itu akan membuat Anda
"kenyang" dan "ngantuk" tidak bergerak. Tapi jadikan biaya hidup ini prioritas yang paling akhir supaya kita merasa "lapar" dan mau "bergerak".

Comments

Popular posts from this blog

Tips Menabung dari Rasulullah saw

Islam bukan hanya bicara masalah ibadah, bukan cuma bicara masalah iman dan amal soleh. Namun Islam adalah ajaran hidup yang lengkap dan sempurna. Termasuk dalam hal ekonomi dan keuangan pun Islam memberikan solusi. Dan ada banyak sekali pelajaran mengelola keuangan yang bisa kita ambil dari ajaran Islam. Dan salah satunya yang akan kita bahas kali ini adalah tips menabung dari Rasulullah Muhammad saw. Ya betul, ternyata rasulullah saw sudah mengajari kita untuk menabung sejak belasan ribu tahun yang lalu. Simak perkataan beliau yang bijaksana berikut ini: Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya. [HR Muslim & Ahmad] Menyisihkan kelebihan atau menabung, dalam hadits ini dijelaskan maksudnya yaitu untuk berjaga-jaga pada saat miskin dan membutuhkan. Memang sudah menjadi hukum alam bahwa roda perekonomian terus berputar seper...

If you wanna be rich & healthy, be happy…!

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, termasuk kita sendiri, tidak bisa kita hindari anggapan bahwa semakin kaya seseorang pastilah ia akan semakin bahagia. Atau dengan kata lain, kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi ternyata, anggapan itu tidak selalu benar, meskipun juga tidak bisa kita bilang salah. Ada beberapa penelitian yang menarik untuk bahas berkaitan dengan hal ini: Penelitian dilakukan pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Pada saat itu rata-rata penghasilan adalah 10.000USD dan kehidupan pada saat itu masih tanpa televisi, mesin cuci, atau perlengkapan rumah tangga yang canggih lainnya. 35% dari penduduk yang disurvey menyatakan bahwa kehidupan mereka pada saat itu “sangat bahagia”. Survey yang sama kemudian dilakukan pada tahun 2004 ketika rata-rata penghasilan penduduk Amerika sudah 3 kali lipatnya (inflasi telah disesuaikan) atau sekitar 30.000USD (dengan standar harga tahun 1957). Tentu saja pada tahun 2004 ini kehidupan mereka sudah lebih modern dengan rumah t...

Puasa kok Boros?

Logikanya, kalau puasa itu kan menahan hawa nafsu, termasuk nafsu belanja. Tapi kok pada kenyataannya kita malah keluar uang jauh lebih banyak ya di bulan puasa. Apakah ini wajar, atau sudah bisa dibilang boros ya? Bisa nggak sih fisik kita puasa, lalu hati kita puasa, dan kantong kita juga ikut puasa? Tentunya kalau kantong puasa itu bukannya puasa gak terima penghasilan, tapi puasa biar gak terlalu banyak pengeluaran. Itu semua akan dibahas dalam buku ringan tapi menggelitik ini. Ringan karena buku ini ditulis dengan bahasa sederhana dan dibuat seringkas mungkin karena kita perlu cepat membaca buku ini sambil langsung dipraktekan mengingat ramadhan itu singkat sekali. Dan menggelitik karena buku ini banyak mengungkap sisi lain dari uang. Yaitu sisi psikologi konsumen, yang ternyata banyak mempengaruhi keputusan kita dalam belanja. Ternyata, urusan uang itu tidak semata-mata rasional 1+1=2, tapi ada juga sisi psikologi sebagai konsumen yang harus kita fahami agar tidak terjebak menjad...